Ilmuwan Buat Miso Fermentasi di Luar Angka, Rasa Unik Tak Tertandingi

Berekspansi ke ruang angkasa memengaruhi cara kehidupan berkembang di Bumi. Ini tidak hanya mencakup modifikasi besar pada organisme manusia, tetapi juga mikroba, termasuk mereka yang ada di dalam tubuh, di permukaannya, maupun lingkungan sekitarnya, bahkan sampai kepada jenis-jenis yang terlibat dalam produksi pangan.
Miso merupakan sebuah pasta dari fermentasi kacang kedelai, dan belakangan ini, tim peneliti mencoba melakukan percobaan dalam pembuatan miso pada Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Para ilmuwan mengirimkan kotak kecil yang berisikan 'campuran miso' kepada Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada bulan Maret tahun 2020. Kotak tersebut kemudian dibiarkan di ISS selama sebulan penuh untuk proses fermentasi dan akhirnya terbentuklah saus miso asli.
Para ilmuwan menciptakan pula dua grup kontol miso kontrol yang difermantasikan di Bumi; salah satunya ada di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, sementara itu lainnya berada di Kopenhagen, Denmark. Meskipun mison dari ruang angkasa mempunyai aroma serta cita rasa serupa dengan kedua jenis miso tersebut di permukaan Bumi, namun ia cenderung lebih enak dan gurih.
Beberapa karakteristik ruang angkasa dalam orbit bumi rendah—terutama gravitasi mikro dan paparan radiasi meningkat—bisa memengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme, sehingga proses fermentasi mungkin bisa berjalan," jelas Joshua D. Evans, salah satu penulis utama studi dari Technical University of Denmark. "Tujuan kami adalah untuk mengamati efek-efek tersebut.
Melalui analisis komunitas mikroba, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa walaupun proses fermentasi bisa jadi terjadi di luar atmosfer Bumi, tetap saja ada variasi pada lokasi pertumbuhan mikrobanya. Hal ini kemudian dapat berdampak bukan hanya pada produk pangan, melainkan juga kondisi kesejahteraan tubuh kita secara keseluruhan.

"Proses fermentasi di ISS mencerminkan cara sistem kehidupan pada tingkat mikroorganisme bisa bertumbuh lewat variasi masyarakat bakterinya, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa kehidupan dapat bertahan di ruang angkasa," jelas Maggie Coblentz, seorang penulis utama dari studi tersebut dan juga peneliti di Massachusetts Institute of Technology.
Walaupun ISS biasa dipandang sebagai suatu lingkungan yang bebas kuman, studi kami mengungkapkan bahwa mikroorganisme serta makhluk hidup bukan manusia ternyata berperan penting di ruang angkasa. Hal ini mendorong timbulnya sejumlah pertanyaan etis dalam bidang biologi berkaitan dengan pengiriman tumbuhan dan mikroba dari planet asli mereka menuju lingkungan luar angkasa.
Banyak studi mengungkapkan bahwa ISS saat ini berubah menjadi tempat tinggal untuk mikroorganisme yang sudah bermutasi dari jenis-jenis bakteri di Bumi. Stasiun ruang angkasa tersebut dikirim pasokannya secara rutin, namun apabila eksplorasi manusia di luar angkasa terus meningkat, maka pembuatan dan persediaan pangan akan menjadi lebih vital.
"Kita mengambil dasar-dasar seperti pangan sebagai batu loncatan untuk membuka diskusi seputar tata sosial di luar angkasa serta menekankan pentingnya peran rumah tangga dalam ranah ilmu pengetahuan dan rekayasa," jelas Coblentz.
Bagaimana kita mendesain sistem di ruang angkasa menyampaikan pesan yang jelas tentang siapa yang pantas ada di sana, siapa saja yang diberi kesempatan, serta cara mereka akan memandang dan menikmati keindahan luar angkasa.
Posting Komentar