ZMedia Purwodadi

7 Sikap Generasi X yang Kini Tertinggal Zaman dan Bikin Orang Kesulitan Bersama Anda

Daftar Isi

BOJONG.MY.ID Apabila Anda mengalami kesulitan untuk tidak disalahartikan oleh kolega sekerja yang lebih muda, anak-anak Anda, ataupun pasangan Anda, bisa jadi masalahnya bukan pada mereka yang terlampau peka, tetapi ada hal lain yang perlu dipertimbangkan.

Mungkin hal itu terjadi lantaran Anda masih memelihara perilaku yang secara tak sadar tampak usang, kurang lentur, dan malahan membuat lelah.

Sebagaimana diambil dari Geediting.com oleh BOJONG.MY.ID pada hari Minggu, 20 April 2025, berikut merupakan tujuh perilaku unik generasi X yang saat ini kurang sesuai lagi, serta bisa jadi menjadikan Anda tampak agak susah untuk bekerja sama.

1. Terlalu Sering Mengingat Kembali Masa Lalu yang "Sangat Sulit"

Dahulu kala kita tidak memiliki GPS, jadi harus membaca peta kertas. Namun, kita selalu berhasil!

Iya, mungkin Anda pernah menghabiskan waktu tanpa smartphone atau Google Maps, bahkan harus merekam kembali cakram vinyl menggunakan pensil. Zaman tersebut pasti telah menciptakan kepribadian Anda. Namun, bila tiap kali anak muda menyebut tekanan yang mereka hadapi, lalu Anda segera menjawab dengan cerita "tantangan era lampau," hal ini dapat membuatnya tampak seperti tidak menghargai pengalaman orang lain.

Permasalahan utamanya bukanlah tentang rindu masa lalu. Yang menjadi masalah ialah saat kita menggunakan perasaan itu hanya untuk berbanding-bandng dan malah menilai dengan kritis.

Pemuda jaman sekarang dihadapkan dengan rintangan yang tak kalah sulit—yang membedakannya hanyalah wujudnya. Mereka harus menavigasi tekanan dari platform-media sosial, perubahan iklim global, ketidaktentuan dalam bidang ekonomi, serta standar prestasi pekerjaan yang terus meningkat.

Alih-alih berkata:

"Kalau zaman saya, nggak ada tuh namanya anxiety atau burnout."

Cobalah katakan:

Oh iya, tantangan di zaman sekarang sangat berbeda. Hal apa sih yang membuatmu paling terbebani beberapa hari belakangan ini?

Sikap terbuka seperti ini bisa membuat Anda lebih relevan dan menyenangkan untuk diajak bicara.

2. Menjauhkan Diri secara Emosional dan Memandangnya sebagai Kelebihan

“Nggak usah drama. Hidup tuh memang keras, tahan aja.”

Generasi X dibesarkan di era di mana emosi bukan untuk dibagikan—melainkan untuk ditahan. Tapi zaman sudah berubah. Hari ini, kerentanan dianggap sebagai keberanian.

Apabila kamu kecanduan mengolok-olok perasaan oranglain, memotong pembicaraan dengan sikap sinis ketika obrolannya menjadi mendalam, atau menjaga segala sesuatu untuk diri sendiri, mungkin ada dinding penghalang yang tercipta antaramu dan mereka yang berharap semakin dekat padamu.

Orang tak sekadar menginginkan penghargaan pendapatnya, melainkan pemahaman atas apa yang disampaikan. Menutup diri pun tak menjadikanmu tampak tangguh—malahan, hal tersebut membangun dinding tebing yang jauh dan membekukan hubungan.

Mulailah dengan bertanya:

Bagaimana perasaanmu saat ini?

Dan bila kamu merasa tenang mengatakan hal ini: "Saya juga sempat berada di posisi tersebut. Namun saat itu saya tidak tahu kepada siapa bisa menceritakan masalahnya."

Sederhana, tapi powerful.

3. Bergantung Berlebih pada Sarkasme dan Cynicismus

Oh, tentu saja... karena dunia mungkin akan hancur jika Anda tidak memposting di Instagram.

Tentu saja, sarkasme sangat berkaitan erat dengan Generasi X. Menghibur? Tentu. Pedas? Pastinya. Namun jika sering dipakai, sarkasme dapat berubah jadi alat perlindungan dari keterlibatan emosi mendalam, serta sikap pesimis bisa beralih menjadi hawa negatif yang menguras tenaga orang di sekitar kita.

Apabila tiap pembicaraan Anda selalu berisi sindiran, ucapkan yang menusuk hati, atau komentar pedas, tidak perlu kaget bila orang lain mulai bersikap lebih jauh dari Anda.

Perlu diingat: humornya yang baik bisa mempersatukan orang, bukannya memisahkan mereka. Usahakan tambahkan sedikit keramahan dalam lelucon Anda. Ini akan membuat Anda tampak lebih asli.

4. Menyebutkan Teknologi Sebagai "Lawan"

“Saya nggak ngerti kenapa anak-anak ini harus update story setiap 10 menit. Apa gunanya?”

Tidak semua orang harus jadi tech-savvy. Tapi jika Anda secara konsisten menolak belajar atau bahkan mengolok-olok perkembangan teknologi, Anda bukan sedang mempertahankan prinsip—Anda sedang menolak realitas.

Teori tidak melulu seputar TikTok atau kecerdasan buatan. Ini pun mencakup bagaimana manusia bertukar informasi, melakukan pekerjaan, serta menuntut ilmu di zaman modern ini.

Menunjukkan sikap sebal terhadap perkembangan teknologi menjadikan Anda kelihatan kurang update dan susah berkawan dengan perubahan—kedua-duanya dapat menyebabkan isolasi dalam perspektif masyarakat.

Alih-alih mempertanyakan kemajuan teknologi, tanyakan kepada putra/putri atau kolega Anda untuk menjelaskan bagaimana suatu hal berfungsi.

Ini bukan tentang "mengekor", tetapi lebih kepada menunjukkan bahwa Anda masih terbuka dan berambisi untuk berkembang.

5. Menyamakan "Bekerja dengan Giat" Sebagai Jalur Tunggal Menuju Kesuksesan

Saya tidak pernah mengambil cuti ketika berusia seperti kamu. Ingin berhasil? Kerjakan dengan lebih gigih!

Inilah salah satu prinsip utama dari Generasi X: berusaha dengan gigih tak kenal lelah. Namun pada era saat ini, upaya yang terus-menerus tanpa istirahat malahan cenderung dipandang sebagai hal yang merugikan kesehatan dan kurang efektif.

Generasi saat ini semakin menyadari bahwa bekerja secara efektif, menetapkan batas yang jelas, serta mengutamakan kesejahteraan psikologis merupakan aspek penting dalam mencapai keberhasilan.

Jika Anda masih memandang remeh istirahat, terapi, atau cuti, dan menganggap semua itu sebagai "kemewahan generasi malas", Anda sedang menutup diri dari perubahan penting dalam dunia kerja.

Daripada menilai, cobalah bertanya:

"Apa yang bisa saya pelajari dari cara kamu menyeimbangkan hidup dan pekerjaan?"

Anda akan terkejut betapa banyaknya yang bisa Anda ambil dari pendekatan baru ini.

6. Tetap Memegang Erat pada PeranGender Konvensional

Mungkinkah laki-laki mencuci piring?

Tanggung jawab dalam hal pekerjaan di rumah adalah milik wanita.

Sebagian orang Generasi X masih memegang erat pandangan mengenai peran gender yang ketat. Tetapi saat ini, masyarakat telah menjadi lebih terbuka dan lentur dalam hal tersebut.

Pria dapat memilih untuk menjadi seorang ayah yang mengurus anak di rumah tanpa harus mendapat kritik. Wanita pun bisa menjabat sebagai CEO tanpa perlu meragukan kemampuannya. Dalam sebuah pasangan, tugas domestik serta tanggung jawab emosional bisa dibagi dengan adil.

Apabila Anda tetap mengelukan candaan diskriminatif berdasar jenis kelamin atau meremehkan pentingnya pekerjaan di dalam rumah sebagai tanggung jawab kaum hawa, maka selain tampak ketinggalan jaman, Anda juga menunjukkan ketidaksensitivan terhadap pertempuran untuk kesetaraan gender yang masih berjalan saat ini.

7. Menyamakan "Tenang dan Keras" Sebagai Strategi Paling Efektif di Dalam Relasi

Saya tidak gemar keramaian. Lebih enak untuk tetap sunyi.

Terkadang diam memang berharga seperti emas. Namun, dalam hubungan—entah itu pernikahan, keluarga, atau persahabatan—diam dapat menjadi bom waktu yang siap meledak.

Generasi X sering diajarkan bahwa menyimpan perasaan adalah cara untuk tetap dewasa. Tapi dalam dunia sekarang, komunikasi terbuka jauh lebih dihargai daripada keheningan yang dingin.

Jika Anda cenderung diam saat ada masalah, menghindari percakapan sulit, atau menyimpan kemarahan, Anda mungkin menciptakan hubungan yang tegang, pasif-agresif, dan penuh asumsi.

Cobalah mulai dengan sederhana:

Sebetulnya aku merasa sedikit marah tentang kejadian kemarin, tetapi aku berharap kita bisa mendiskusikannya dengan cara yang sopan.

Itu bukanlah kekurangan. Ini justru adalah kekuatan emosi yang sesungguhnya.

Bergabung menjadi bagian dari Generasi X merupakan suatu kebanggan. Kalian adalah generasi perantara yang memahami betul arti hidup sebelum adanya internet serta mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi saat ini. Kalian terbukti tangguh, otonom, dan memiliki intuisi untuk bertahan sangat baik.

Namun, apabila Anda masih mengharapkan koneksi, penghargaan, dan pemahaman dari generasi yang berbeda, perlu kiranya untuk membuka diri dan melakukan adaptasi dengan sebesar-besarnya.

Perhatikan: adaptasi tidak berarti hilangnya identitas. Ini artinya Anda bertumbuh.

Di era perkembangan pesat saat ini, niat untuk tumbuh menjadi sebuah daya tarik yang kuat.

Apabila sejumlah poin di atas tampak familier, jangan serta-merta menjadi bertahan sendiri. Pengenalan diri merupakan tahap pertama. Dimulai dari proses mendengarkan, memperluas pemikiran, dan menurunkan tingkat sindirannya sedikit.

Mungkin saja? Dengan beberapa perubahan kecil, Anda tidak hanya dapat menjadi bagian dari generasi penyambung tetapi juga sebagai pemimpin yang mampu menggabungkan hal-hal lama dengan yang baru. ***

Posting Komentar